Langsung ke konten utama

Indeks Hepatosomatik Ikan Tawes (Puntius javanicus) yang Dipuasakan






I.                  PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan Tawes (Puntius javanicus) merupakan salah satu jenis ikan yang dibudidaya secara intensif dengan mengandalkan pakan sebagai sumber pemacu pertumbuhan. Sekitar 40–60% biaya produksi dialokasikan untuk pakan. Pemberian pakan dalam jumlah berlebihan dapat meningkatkan biaya produksi dan pemborosan. Sisa pakan yang berlebihan juga akan berakibat pada penurunan kualitas air sehingga berpengaruh pada pertumbuhan (Wyban & Sweeny, 1991). Hal ini mendorong dilakukannya berbagai upaya untuk mengurangi biaya produksi pada pakan tetapi tidak mengurangi performa pertumbuhan ikan.
Pemuasaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi biaya produksi. Pemuasaan  dapat memberikan dua keuntungan yaitu penurunan konsumsi pakan dan akumulasi sisa pakan. Penurunan konsumsi pakan akan mempengaruhi metabolisme dalam tubuh.  Hati merupakan salah satu organ yang berfungsi sebagai tempat metabolisme, maka diperlukan pengkajian tentang nilai indeks hepatosomatik pada Ikan Tawes yang dipuasakan.
Nilai indeks hepatosomatik perlu diketahui karena hati merupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses pencernaan. Bahan cadangan nutrien yang umum terdapat di dalam sel hati adalah butiran lemak dan glikogen. Secara umum, hati berfungsi sebagai tempat metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta tempat  memproduksi cairan empedu (Affandi  et al., 2005). Hal ini didukung oleh Ying et al., (2009) dan Zeng et al., (2012) yang menyatakan bahwa pemuasaan menurunkan nilai indeks hepatosomatik. Kerja praktek ini bertujuan untuk mengetahui indeks hepatosomatik ikan Tawes (Puntius javanicus) yang dipuasakan.
1.2. Perumusan Masalah
Ikan yang dipuasakan tidak mendapatkan energi dari pakan, sehingga akan menggunakan energi dari tubuh, salah satunya adalah menggunakan glukosa yang ada pada hati. Hati selain berfungsi sebagai organ yang menseksresikan bahan untuk proses pencernaan, juga dapat berfungsi sebagai sumber energi cadangan bagi Ikan Tawes (Puntius javanicus).
Hati memiliki peranan penting dalam pertumbuhan yaitu sebagai sumber energi cadangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai pengaruh pemuasaan terhadap indeks hepatosomatik pada Ikan Tawes (Puntius javanicus). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1        Apakah perlakuan pemuasaan berpengaruh terhadap indeks hepatosomatik Ikan Tawes (Puntius javanicus)?
2        Pada perlakuan pemuasaan manakah yang memberikan nilai indeks hepatosomatik terbaik pada Ikan Tawes (Puntius javanicus)?
1.3.Tujuan
Kerja Praktek ini bertujuan untuk mengetahui :
1.        Pengaruh perlakuan pemuasaan terhadap indeks hepatosomatik Ikan Tawes (Puntius javanicus).
2.        Penerapan perlakuan pemuasaan yang menghasilkan nilai indeks hepatosomatik yang terbaik pada Ikan Tawes (Puntius javanicus).
1.4. Manfaat
Kerja praktek ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah bagi mahasiswa dan para pembudidaya tentang aplikasi pemuasaan terhadap indeks hepatosomatik pada Ikan Tawes (Puntius javanicus).

II.               TINJAUAN PUSTAKA
2.1.            Biologi Ikan Tawes
2.1.1.      Klasifikasi
Gambar 1.  Ikan Tawes (Puntius  javanicus) 
Klasifikasi Ikan Tawes sebagai berikut.
Phyllum           : Chordata
Sub Phylum     : Vertebrata
Super kelas      : Pisces
Kelas               : Osteichthyes
Sub Kelas        : Teleostei
Ordo                : Cypriniformes
Sub Ordo        : Cyprinoidea
Familia            : Cyprinidae
Sub Familia     : Cyprininae
Genus              : Puntius
Species            : Puntius  javanicus  Blkr. ( Nelson, 1984)

2.1.2.      Struktur morfologis
Ikan Tawes (Puntius javanicus) memiliki badan yang berbentuk hampir segitiga dan pipih, sisik relatif besar dengan warna keperak-perakan atau putih keabu-abuan. Tinggi badan Ikan Tawes 1 : 2,4-2,6 kali panjang standar. Mulut berbentuk runcing dan letaknya di tengah (terminal), selain itu mulut Ikan Tawes memiliki dua pasang sungut yang kecil. Sisik Ikan Tawes berwarna putih keperakan. Warna sisik di bagian punggung lebih gelap, sedangkan warna sisik di bagian perut lebih putih. Dasar sisik berwarna kelabu sampai gelap. Sirip ekor bercagak dalam dengan lobus membulat (Susanto, 2007).
2.2.            Habitat Ikan Tawes (Puntius javanicus )
Ikan Tawes merupakan spesies asli Indonesia yang banyak ditemukan hampir di semua perairan tawar khususnya di perairan mengalir ( lotic ). Ikan Tawes pertama ditemukan diperairan pulau Jawa oleh karena itu Ikan Tawes diberi nama latin Puntius javanicus. Ikan Tawes mulai banyak ditemukan tersebar di negara-negara Asia dan mulai membentuk strain atau ras. Pada awalnya Ikan Tawes merupakan jenis ikan liar yang hidup di sungai-sungai yang berarus deras. Kemudian lama kelamaan ikan ini mulai dibudidaya dan dikembangbiakan (Susanto, 2000).
            Ikan Tawes memiliki beberapa nama daerah, yaitu putihan, bader (Jawa); badir (Madura); kandia, rampang (Sulawesi Selatan), taweh, baru (Sumatera barat). Dalam istilah bahasa Inggris Tawes dikenal sebagai Java carp. Di Indonesia, Ikan Tawes banyak dibudidayakan baik di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Bali, NTB, dan NTT. Ikan Tawes merupakan salah satu jenis ikan tawar yang memiliki penyebaran sangat luas di mana ikan ini mudah ditemukan di perairan bebas di pulau Jawa (Kottelat et al., 1993).
Ikan Tawes merupakan ikan air tawar yang mampu hidup di air payau dengan salinitas 7 per mil. Oleh karena itu, Ikan Tawes dapat dibudidayakan di kolam budidaya, tambak, sawah, waduk, bendungan, dan perairan umum lainnya. Budidaya di perairan umum dapat dilakukan dengan sistem jaring terapung dan karamba (Santoso & Wikatma, 2001). Ikan Tawes dapat hidup dengan baik pada daerah dengan ketinggian 50-800 m dpl. Namun demikian, yang terbaik adalah di tempat yang tingginya 50-500 m dpl. Suhu ideal untuk kehidupan Ikan Tawes berkisar 20-33 0 C, dengan pH air berkisar antara 6,7 – 8,6 (Evi, 2001).
2.3.            Pemuasaan
Pemuasaan melalui pengurangan ransum pakan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menurunkan laju metabolisme maupun akumulasi sisa pakan. Pemuasaan pakan secara periodik adalah pengurangan pemberian pakan secara diskontinyu atau siklus pemberian pakan antara diberi pakan dan tidak diberi pakan pada waktu tertentu. Chatakcondi dan Yant (2001) menyatakan bahwa pemuasaan selama periode tertentu, yaitu selama satu, dua atau tiga hari, kemudian diikuti dengan pemberian pakan kembali akan menyebabkan ikan mengalami hyperphagia, yaitu periode dimana nafsu makan ikan meningkat selama dua atau tiga hari, kemudian menurun kembali.
Pierhonen et al., (2002) berpendapat pemuasaan akan mengakibatkan penurunan tingkat laju metabolisme akan tetapi pemuasaan secara periodik juga dapat meningkatkan laju pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan ini disebabkan oleh keadaan hyperphagia yaitu nafsu makan ikan/udang yang dipuasakan memiliki serapan pakan yang lebih tinggi dari yang tidak dipuasakan, sehingga meningkatkan laju konsumsi pakan yang merupakan faktor sangat potensial mempengaruhi pertumbuhan (Suwardi, 2008). Metode pemuasaan dapat memberikan efek terhadap pertumbuhan pengganti (compensatory growth) dimana suatu organisme mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dari kondisi normal, setelah beberapa saat dibatasi pemberian pakannnya (dipuasakan), kemudian diberi pakan kembali sesuai kebutuhannya (Chatakcondi & Yant, 2001).

2.4.            Indeks Hepatosomatik
Indeks hepatosomatik merupakan indeks yang menunjukkan perbandingan berat tubuh dan berat hati dan dinyatakan dalam persen (Effendie, 1997). Indeks hepatosomatik pada saat perkembangan kematangan gonad menjadi salah satu aspek penting, karena menggambarkan cadangan energi yang ada pada tubuh ikan sewaktu ikan mengalami perkembangan kematangan gonad. Menurut Lodeiros et al., (2001) dalam proses maturasi, indeks hepatosomatik akan menurun berbanding terbalik dengan indeks gonadosomatik.
Hati merupakan organ penting yang mesekresikan bahan untuk proses pencernaan. Bahan cadangan nutrien yang umum terdapat di dalam sel hati adalah butiran lemak dan glikogen. Secara umum, hati berfungsi sebagai tempat metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta tempat  memproduksi cairan empedu (Affandi  et al.,, 2005). Selain berperan dalam perkembangan gonad, Ying et al., (2009) menunjukkan bahwa indeks hepatosomatik memiliki peranan dalam pemuasaan, dalam penelitiannya indeks hepatosomatik digunakan untuk menggambarkan distribusi energi pada ikan, yaitu penurunan pada nilai indeks hepatosomatik. Hal ini menandakan bahwa adanya cadangan energi yang ada di hati dipakai untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
2.5.            Kualitas Air
Air merupakan media yang sangat penting bagi kelangsungan hidup ikan. Kualitas air merupakan faktor pembatas yang sangat berpengaruh terhadap usaha budidaya. Semua organisme memiliki kisaran optimal tertentu untuk dapat hidup dan tumbuh secara optimal. Kualitas air tersebut antara lain suhu, derajat keasaman (pH), dan Oksigen terlarut.
2.5.1.      Suhu
Suhu air sangat dipengaruhi oleh jumlah sinar matahari yang jatuh ke permukaan air yang sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian lagi diserap dalam bentuk energi panas (Wetzel, 1975). Pengukuran suhu sangat perlu untuk mengetahui karakteristik perairan. Menurut Schwoerbel (1987) suhu air merupakan faktor abiotik yang memegang peranan penting bagi hidup dan kehidupan organisme perairan. Menurut Santoso & Wikatma (2001) suhu ideal untuk habitat Ikan Tawes berkisar antara 20_330C.
2.5.2.      Derajat Keasaaman ( pH )
Nilai pH didefinisikan sebagai negatif logaritma dari konsentrasi ion Hidrogen dan nilai asam ditunjukkan dengan nilai 1-7 dan basa 7-14. Sebagian besar perairan umum mempunyai nilai pH antara 6-9. Pescod (1973) mengemukakan bahwa batas toleransi organisme perairan terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, kandungan kation dan anion maupun jenis dan tempat hidup organisme. Perairan yang ideal bagi kegiatan budidaya perikanan adalah 6,8-8,5 dan perairan dengan pH<6Suhu ideal untuk kehidupan Ikan Tawes berkisar antara 6,7–8,6 (Evi, 2001).
2.5.3.      Oksigen Terlarut ( DO )
Oksigen dalam perairan bersumber dari difusi ataupun hasil proses fotosintesis organisme produsen. Oksigen dikonsumsi secara terus menerus oleh tumbuhan dan hewan dalam aktivitas respirasi (Goldman & Horne, 1983). Pescod (1973) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut 2 mg/L dalam perairan sudah cukup untuk mendukung kehidupan biota akuatik, asalkan perairan tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang bersifat racun. Banarjea (1967) menyatakan bahwa perairan dengan oksigen terlarut lebih besar dari 7 mg/L adalah tergolong produktif. Soedibya & Pramono (2009) menyatakan bahwa kandungan oksigen optimum pada budidaya intensif berkisar 5-10 ppm.

III.           MATERI DAN METODE
3.1 Materi Kerja Praktek
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah akuarium ukuran 50x40x40 dan tinggi air 25 cm dengan volume air 50000 cm3, aerator, selang, batu aerasi, timbangan digital merk “fomsonic” dengan tingkat ketelitian 0.01 g, timbangan digital analitik merk “AND GF 2000” degan ketelitian 0.01 mg. Alat yang digunakan untuk mengukur kualitas air yaitu; botol Winkler 250 mL, gelas ukur merk “iwaki” 100 mL, labu Erlenmyer 250 mL, buret merk “pyrex” 50 mL dengan ketelitian 0.05 mL, beker glass, kertas indikator pH Universal neutralit skala 0-14 dengan ketelitian 1, dan termometer celcius dengan ketelitian 1oC. Alat lain yang digunakan yaitu; mortal, pisau, nampan plastik, baskom plastik, tisu, alat tulis, kamera digital, dan kertas label.
3.1.2 Bahan
            Bahan yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah Ikan Tawes 75 ekor, pakan komersil, H2SO4, NaOH, MnSo4, KOH-KI, Na2S2O3 0.025 N, indikator amilum 0.5%, sabun detergen dan larutan PK
3.2 Metode Kerja Praktek
3.2.1 Rancangan Kerja Praktek
            Metode yang dilakukan pada kerja praktek adalah metode experimental berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan (P1, P2, P3) dan 5 ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah sebagai berikut :
P1: ikan diberi pakan setiap hari
P2 : ikan dipuasakan 2 kali dalam satu minggu (Selasa dan Jumat)
P3 : ikan yang dipuasakan 3 kali dalam satu minggu (Senin, Kamis, dan Minggu)
3.3.2 Variabel Yang Diamati
Variabel kerja praktek ini meliputi variabel utama dan variabel pendukung. Variabel utama yaitu indeks hepatosomatik (IHS). Variabel pendukung yaitu kualitas air  (suhu, oksigen terlarut, dan pH).
3.3 Prosedur Kerja Praktek
3.3.1 Persiapan Wadah Kerja Praktek
Wadah pemeliharaan yang digunakan adalah akuarium dengan ukuran 50x40x40. Sebelum digunakan, bak penelitian dicuci menggunakan sabun detergen dan dibilas sampai bersih selanjutnya kemudian direndam dengan PK (Kalium Permanganat) sebanyak 2 ppm selama 24 jam lalu akuarium dikeringkan agar terhindar dari penyakit. Media pemeliharaan adalah air tawar yang sebelumnya diaerasi selama satu hari. Kemudian akuarium sudah siap diisi air dengan tinggi 60 cm. Masing-masing akuarium diisi lima ekor ikan. Suhu air media pemeliharaan dipertahankan berkisar antara 25-27oC dan pH 6-8.
3.3.2 Ikan
Ikan yang digunakan pada kerja praktek ini adalah ikan Tawes yang berukuran ± 8-12 cm dengan berat ± 6-19 g diperoleh dari pasar ikan Sidaboa, Purwokerto. Sebelum dimulai kerja praktek ikan diaklimasi terlebih dahulu selama satu minggu. Ikan dipilih yang sehat dan tidak cacat sebanyak 75 ekor. Kemudian ikan ditimbang sebagai berat awal. Ikan disebar ke setiap akuarium dengan kepadatan 5 ekor/ akuarium.
3.3.3 Pemeliharaan Ikan Tawes
Ikan diberi pakan berupa pelet komersial dengan kandungan protein 30%. Pakan yang diberikan sebanyak 3% dari bobot total ikan dalam akuarium (Cho, 2005). Frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari, yaitu setiap jam 08.00 dan 16.00 (Tian dan Qin, 2003. ). Sisa pakan disipon dari akuarium setelah satu jam pemberian pakan. Sisa pakan di ambil menggunakan selang pada saat penyiponan.
Selama pemeliharaan air diganti setiap hari sebanyak 60 % agar kualitas air tetap baik. Penyiponan sisa pakan dan feses dilakukan setiap hari. Variabel kualitas air berupa suhu, Oterlarut dan pH diukur setiap hari selama penelitian.
3.3.4 Cara Pengumpulan Data
Pengambilan sampel untuk indeks hepatosomatik dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Data yang diambil meliputi berat tubuh  dan berat hati Ikan Tawes. Ikan yang sudah ditimbang berat tubuhnya lalu dibunuh untuk kemudian diambil sampel hati yang terletak berdekatan dengan visceral ikan Tawes, setelah itu sampel hati ditimbang untuk dihitung nilai indeks hepatosomatik.
3.3.5 Pengumpulan Data Nilai Indeks Hepatosomatik
Indeks hepatosomatik (IHS) ikan dapat dihitung berdasarkan Effendie (1997) sebagai berikut:
                                               

Keterangan :
IHS     = Indeks Hepatosomatik (%)
BH      = Berat Hati (g)
BT       = Berat Tubuh (g)


3.3.6 Pengukuran Kualitas air
3.3.6.1 Suhu
            Suhu air media pemeliharaan diukur dengan metode pemuian (APHA, 1965). Alat yang digunakan adalah termometer celcius. Termometer dicelupkan kedalam badan air akuarium selama ± 10 menit sampai air raksa dalam termometer tersebut menunjukan angka konstan atau tidak bergerak. Angka yang tertera kemudian dicatat. Selama kerja praktek berlangsung pengukuran suhu dilakukan 2 kali sehari yaitu, pada jam 09.00 WIB dan 16.00 WIB.
3.3.6.2 pH (Derajat Keasaman)
pH diukur dengan metode kolorimetri (APHA, 1965), dengan cara mencelupkan kertas pH universal ke dalam badan air selama beberapa menit, kemudian dicocokan dengan warna standar dan dicatat hasilnya. Pengukuran pH dilakukan pada saat awal, tengah, dan akhir periode pemeliharaan.
3.3.6.3 Oksigen Terlarut
            Pengukuran Oksigen terlarut dengan mengunakan metode Winkler (APHA, 1965). Pertama, sampel air diambil dengan menggunakan botol Winkler 250/mL secara hati-hati supaya tidak terdapat gelembung udara dalam botol. Sampel air yang telah diambil ditambah MnSO4 dan KOH-KI masing-masing 1 mL kemudian dikocok sampai homogen dan didiamkan sampai terjadi endapan coklat atau sampai cairan supernatan menjadi tampak jernih. Supernatan ditambahkan H2SOpekat sebanyak 40 tetes, ditutup, dan dikocok hingga seluruh isi botol tercampur sempurna dan menjadi larut berwana coklat kekuningan. Selanjutnya diambil 100mL sampel air dan dimasukkan ke dalam botol Erlenmeyer kemudian  dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,025 N sampai terjadi perubahan warna larutan dari coklat sampai kuning muda. Lalu di dalamnya ditambahkan indikator amilum sebanyak 7-10 tetes hingga berwarna biru. Titrasi dilanjutkan kembali hingga warna biru hilang. Volume titrasi yang dipergunakan kemudian dicatat.
Oksigen terlarut diukur menggunakan metode Winkler (APHA, 1985) dengan rumus :
      Keterangan :
      DO   = Kelarutan Oksigen
      p       = jumlah larutan Na2S2Oyang terpakai
      q       = Jumlah larutan Normalitas larutan Na2S2O3 ( 0,025 )
      8       = Bobot setara O2
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan pada saat awal, tengah, dan akhir periode pemeliharaan.
3.4 Waktu dan Tempat
Kerja praktek ini dilaksanakan pada bulan Juli-September tahun 2011. Kerja praktek ini dilaksanakan di laboratorium Pengelolaan Sumberdaya Perikanan/D3, Fakultas Biologi, Universitas Jendral Soedirman.
3.5 Analisis Data
            Data yang dianalisis berupa nilai indeks hepatosomatik yang telah ditabulasikan. Pengolahan data dilanjutkan dengan uji keragaman (ANAVA) menggunakan uji F dengan tingkat kesalahan 5% dan 1%. Analisis dilanjutkan dengan uji beda Nyata Terkecil (BNT) untuk hasil ANAVA yang berbeda nyata atau berbeda sangat nyata (Steel & Torrie, 1981).

 IV.           HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh selama kerja praktek mengenai pengaruh perlakuan pemuasaan terhadap indeks hepatosomatik pada ikan Tawes (Puntius javanicus) yaitu pada P1 (ikan diberi pakan setiap hari) sebesar 0,32±0,11% , P2 (ikan dipuasakan 2 kali) sebesar 0,27±0,09% dan P3 (ikan dipuasakan 3 kali) sebesar 0,30±0,12%.
4.1. Indeks Hepatosomatik

Gambar 2. Nilai indeks hepatosomatik (x ± SD) ikan Tawes (P. Javanicus) yang dipuasakan
Keterangan : P1: Ikan diberi pakan setiap hari, P2: Ikan dipuasakan 2 kali dalam 1 minggu (Selasa dan Jumat), P3:Ikan dipuasakan 3 kali dalam 1 minggu (Senin, Kamis, dan, Minggu). Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05).
Indeks Hepatosomatik (IHS) adalah indeks yang menunjukkan perbandingan berat tubuh dan berat hati dan dinyatakan dalam persen (Effendie, 1997). Pada saat ikan mengalami perkembangan gonad, maka ditemukan adanya upaya yang optimal untuk mempertahankan perkembangannya sehingga sebagian besar ikan mengalami penurunan berat badan. Salah satu sumber energi ikan yang digunakan pada saat mempertahankan perkembangannya berasal dari hati. Ikan yang dipuasakan selain metabolismenya berkurang, ikan juga tidak mendapat sumber energi yang cukup, sehingga akan menggunakan sumber energi yang berasal dari hati. Yan & Wen (2011) menyatakan ikan yang mengalami periode pemuasaan lebih sering memakai glukosa dalam hati sebagai sumber energi. Hal ini dapat dilihat dari nilai indeks hepatosomatik pada perlakuan tanpa pemuasaan memiliki nilai cenderung lebih besar dibandingkan dengan perlakuan pemuasaan, yaitu P1 (ikan diberi pakan tiap hari) sebesar 0,32±0,11% , P2 (ikan dipuasakan 2 kali dalam 1 minggu) sebesar 0,27±0,09% dan P3 (ikan dipuasakan 3 kali dalam 1 minggu) sebesar 0,30±0,12%,  (Gambar 2).
Hasil analisis variansi menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan pada nilai indeks hepatosomatik ikan yang dipuasakan dan ikan yang tidak dipuasakan (P>0,05) (Lampiran 1). Hasil kerja praktek ini berbeda dengan dengan hasil penelitian Ying et al., (2009) dan Zeng et al., (2012) yang membuktikan bahwa pemuasaan memberikan pengaruh yang signifikan dalam mengurangi nilai indeks hepatosomatik.
Pemuasaan secara periodik pada ikan Tawes akan mempengaruhi kebutuhan energinya. Nilai indeks hepatosomatik yang cenderung menurun pada akhir penelitian menunjukkan bahwa ikan yang tidak mendapatkan pakan akan menggunakan energi cadangan yang ada pada tubuh. Penurunan indeks hepatosomatik pada ikan yang tidak dipuasakan dipengaruhi oleh ikan Tawes yang masih berada dalam fase pembenihan sehingga dalam perkembangannya ikan membutuhkan energi yang banyak untuk mendukung pertumbuhan. Bobot ikan rata-rata yang digunakan pada penelitian ini adalah 11,307 g yang masih berada dalam fase pembenihan. Effendie (1997) menyatakan bahwa ikan-ikan yang berumur muda akan memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, hal ini menandakan memiliki kebutuhan energi yang banyak, energi selain untuk proses metabolisme, pada ikan yang masih muda juga akan digunakan sebagai pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi. Selanjutnya Bijaksana (2007) menambahkan konversi energi selain dari tubuh juga menggunakan cadangan energi pada hati.
 4.2. Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor luar yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan ikan. Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini meliputi pH, oksigen terlarut dan suhu. Data yang diperoleh mulai hari ke-0 sampai hari ke-35 sebagai berikut (Tabel 2, Lampiran 2, 3, dan 4).
Tabel 2. Data Variabel Kualitas Air
NO
Variabel Kualitas Air
Perlakuan
Kisaran

Standar Baku Mutu



Awal
Akhir



P1
24-28
22-30
20 -33 (oC)
1.
Suhu (oC)
P2
24-28
22-30
Santoso


P3
24-28
22-30
(2001)


P1
5-6
5-6
5 – 9
2.
pH
P2
5-6
5-6
Aswani


P3
5-6
5-6
(1983)


P1
6-6,8
6-6,2
>2
3.
Oksigen Terlarut
P2
6,4-6,8
6-6,6
Pescod


P3
6-6,4
6-6,8
(1973)
Keterangan : P1: Ikan diberi pakan setiap hari, P2: Ikan dipuasakan 2 kali dalam 1 minggu (Selasa dan Jumat), P3:Ikan dipuasakan 3 kali dalam 1 minggu (Senin, Kamis, dan, minggu).
            Kisaran suhu air selama masa penelitian adalah antara 24_280C. Setiap organisme mempunyai suhu minimum, optimum, dan maksimum untuk hidupnya. Organisme juga mempunyai kemampuan menyesuaikan diri sampai batasan tertentu (Wardoyo,1978). Menurut Santoso & Wikatma (2001) suhu ideal untuk habitat ikan Tawes berkisar antara 20_330C. Suhu air selama penelitian adalah 22_330C nilai tersebut masih dalam kisaran suhu optimum bagi pemeliharaan ikan Tawes.
            Data menunjukan bahwa pH selama 35 hari percobaan berkisar antara 5-6. Aswani (1983) menyatakan bahwa kisaran pH air yang optimum untuk kehidupan organisme perairan berkisar antara 5-8. Dengan demikian nilai pH tersebut masih memenuhi syarat untuk pemeliharaan ikan Tawes. Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator kualitas lingkungan air.
Oksigen terlarut (DO) pada kerja praktek ini adalah 6-6,8 ppm. Dengan demikian kandungan oksigen 6-6,8 ppm masih memenuhi syarat untuk pemeliharaan ikan Tawes. Kelarutan oksigen merupakan faktor lingkungan yang penting bagi pertumbuhan ikan Tawes, jika kandungan oksigen rendah dapat menyebabkan ikan kehilangan nafsu makan sehingga mudah terserang penyakit dan dapat mengakibatkan pertumbuhannya terhambat (Kordi, 2002).

V.               KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari kerja praktek ini dapat diambil kesimpulan bahwa :
1.      Perlakuan pemuasaan tidak mempengaruhi nilai indeks hepatosomatik Ikan Tawes.
2.      Nilai indeks hepatosomatik ikan tawes yang dipuasakan sama dengan nilai indeks hepatosomatik yang tidak dipuasakan.
5.2 Saran
Penelitian selanjutnya diharapkan untuk mengambil sampel secara periodik dengan jangka waktu yang lama dan juga metode pemuasaan yang lain supaya dapat diketahui tren dari indeks hepatosomatik yang tepat.









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manfaat Pepaya (Carica papaya L.) dalam budidaya perikanan

Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah. Pepaya berbuah sepanjang tahun dan bisa ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dpl. Di Indonesia sendiri pepaya mudah dijumpai di sekitar pekarangan rumah.  Adapun kandungan dari pepaya antara lain : Biji :  glucoside cacirin,  dan  carpaine Getah : papain  chymopapain,  lisosim, lipase, glutamin, dan siklotransferase Daun : enzim papain, alkaloid carpaine, pseudo karpaina, glikosida, karposid, saponin, sakarosa, edkestrosa, dan levulosa Buah : papain, chymopapain, knip toxanthine, beta karoten, pektin, d-galaktosa, L-arabinose, papayotimin papain, tiokinase, serta vit A dan C. Setiap bagian pepaya memiliki manfaat tersendiri yaitu dari batang dan daun pepaya dapat digunakan sebagai sumber pakan ikan, yaitu dengan komposisi perbandingan 15 kg(batang dan daun pepaya) dalam 100 Kg pakan. Transportasi ikan, untuk mencegah stres pada ikan, dua lembar daun pep...

Penjelasan dan Analisa Budidaya Sistem Bioflok

  BIOFLOK      Bioflok merupakan cara budidaya yang sedang tren beberapa tahun belakangan ini oleh para aquaculturist. Sistem budidaya bioflok ini sangat diminati oleh para aquaculturist yang memiliki keterbatasan lahan tapi ingin hasil panen yang optimal. Secara prakteknya bioflok memanfaatkan bakteri bacillus sp. yang digunakan untuk mengikat sisa pakan yang tidak termakan dan juga feses dari ikan, untuk lebih tepatnya senyawa N(Nitrogen) . Bakteri bacillus ini mengikat senyawa N dengan sarat harus ada senyawa C(Carbon) juga. inilah kenapa dibeberapa literatur menerangkan rasio C/N.           Dibeberapa literatur panduan cara budidaya menerangakan tahapan dan bahan-bahan yang dipakai untuk menghasilkan air yang bisa dikatakan bioflok, nah akan saya bahas nih untuk yang masih awam. Bahan yang diperlukan untuk bioflok adalah Molase, Garam krosok, Dolomit, dan tentunya Probiotik dari bacillus sp. sedangkan alat yang dibutuhkan selain kola...