Langsung ke konten utama

EVALUASI KEBUTUHAN LEVEL PROTEIN DAN ENERGI PROTEIN PAKAN IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps) TERHADAP PERTUMBUHAN





Ferra Usamah Janmar, Dini Nur Muslimah, Jerry Prastiyo, Taufik Budhi Pramono,



ABSTRAK
                                                                                                                               
            Penelitian untuk mengevaluasi pengaruh level protein dan energi protein terhadap pertumbuhan calon induk ikan senggaringan (Mystus nigriceps) telah dilakukan.  Penelitian dilakukan dengan tiga perlakuan dan lima ulangan.  Perlakuan terdiri dari A 25% level protein dengan energi protein sebesar 18,0 kcal/g protein (25%;18,0); B (30%;12,0) dan C (35%;13,9).  Pakan ikan uji diberikan dua kali setiap hari hingga kenyang selama 35 hari.  Berdasarkan bobot biomassa ikan, diperoleh hasil bahwa pakan dengan perlakuan B memberikan performa pertumbuhan yang baik.

PENDAHULUAN

Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) merupakan sumberdaya perikanan penting dan potensial untuk dikembangkan di kabupaten Purbalingga. Hal ini ditandai dengan pemanfaatan untuk konsumsi oleh masyarakat karena memiliki cita rasa yang lezat. Pemenuhan kebutuhan akan ikan senggaringan cenderung meningkat, namun hingga saat ini masih bergantung dari tangkapan alam.  Oleh karena itu, teknologi domestikasi perlu segera diupayakan untuk mendukung pelestariannya dan sekaligus mendukung produksinya yaitu melalui usaha budidaya intensif.
Keberhasilan domestikasi sangat ditentukan beberapa aspek, salah satunya adalah nutrisi (Slamet et.al., 1999; Laining dan Rachmansyah, 2002; Suwirya et.al., 2002). Hingga saat ini informasi kebutuhan nutrisi untuk ikan senggaringan pada semua tingkatan masih belum banyak dilakukan. Salah satu pendekatan aspek nutrisi yang dapat dilakukan adalah dengan mengestimasi kebutuhan protein dan rasio energi protein. Ikan dapat tumbuh apabila ikan mengkonsumsi pakan. Pertumbuhan hanya dapat terjadi jika kebutuhan energi untuk pemeliharaan proses-proses hidup dan fungsi-fungsi lain sudah terpenuhi.
Berbagai informasi penting yang menunjang usaha pengelolaan perairan umum dan budidaya terus dikumpulkan dan ditelaah oleh para peneliti, seperti ekologi dan reproduksi (Sulistyo dan Setijanto, 2002), biologi reproduksi (Rukayah et al, 2003), indeks morfoanatomi ikan senggaringan betina (Sulistyo et al., 2007), Diet dan perilaku makan (Setijanto et. al., 2007) dan studi awal daur hidup (Pramono dan Marnani, 2006)  Akan tetapi, informasi penelitian mengenai kebutuhan nutrisi calon induk utamanya protein dan energi protein masih sangat terbatas.  Informasi tersebut sangat penting dalam menentukan upaya keberhasilan manajemen pemberian pakan lebih lanjut.
Protein adalah nutrien yang penting dalam pakan ikan, baik dilihat dari pertumbuhan somatik dan gonadik (Hammer et.al., 2006; Rodriguez-Gonzales et.al., 2006) maupun biaya pakan secara total (Thompson et.al., 2005; Li et.al., 2006). Protein merupakan nutrien terbesar bagi tubuh ikan, oleh karena itu protein pakan harus dimanfaatkan seefisien mungkin untuk pertumbuhan ikan. Agar pemanfaatan protein dari pakan  efisien, protein harus diimbangi oleh energi non protein, seperti lemak dan karbohidrat yang dapat  berperan sebagai sparing effect dari protein (Shiau & Huang 1990; Peres & Teles 1999). Sebagian besar  protein harus dimanfaatkan  untuk  pertumbuhan,  bukan untuk diubah menjadi energi (NRC 1993). Kebutuhan protein dan rasio energi protein pada ikan senggaringan perlu dikaji untuk mendapatkan informasi kebutuhan optimum, karena tingkat efektifitasnya sangat dipengaruhi oleh jenis ikan, umur, ukuran ikan, kualitas protein pakan, kecernaan pakan dan kondisi lingkungan. Pengetahuan tentang kebutuhan protein optimum merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menjamin keberhasilan usaha domestikasi ikan senggaringan itu sendiri.

METODE PENELITIAN

Pakan Uji
Pakan uji selama pengamatan pertumbuhan adalah pakan buatan yang memiliki kandungan protein dan nisbah energi yang berbeda. Kandungan protein pakan terdiri dari tiga kadar protein yaitu A (25%;18), B (30%;13.9) dan C (35%;12). Pakan dibuat dalam bentuk pellet. Komposisi pakan percobaan yang akan dibuat disajikan pada Tabel 1. Pellet yang telah dibuat kemudian dianalisis kimia proksimat di Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan UNSOED.

Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data
Ikan uji adalah ikan senggaringan yang diperoleh dari Sungai Klawing dengan bantuan nelayan. Sebelum diberikan pakan uji, Ikan uji diadaptasikan selama 20 hari dalam wadah pemeliharaan.  Setelah itu, ikan uji diseleksi ukuran bobotnya yang seragam untuk dipelihara dalam wadah pemeliharaan akuarium plastik berukuran 60x40x40 cm.  Penelitian ini dilakukan dengan 3 perlakuan dan 5 kali ulangan.  Tiap perlakuan terdiri dari 5 ekor ikan dan setiap ekor disebut satu ulangan.  Selama masa pemeliharaan berlangsung penggantian air dilakukan sebanyak 50% dari volume total setiap pagi sebelum ikan diberi pakan. Ikan uji dipelihara selama 35 hari.

Parameter kualitas air yang diamati adalah oksigen terlarut (metode titimetri), pH dan suhu air. Pengamatan terhadap oksigen dilakukan pada awal dan akhir penelitian, sedangkan pengamatan pH dan suhu air dilakukan setiap minggu saat sampling bobot biomass. Penimbangan bobot bimassa dilakukan setiap 1 minggu selama pemeliharaan untuk melihat pertambahan bobot dan panjang ikan.  Pemberian pakan dilakukan sampai ikan kenyang dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari (adlibitum) yaitu pukul 8.00 dan 15.00 WIB.

Analisis Kimia
Analisis Proksimat
Analisis proksimat terdiri atas protein kasar, lemak kasar, serat kasar abu, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan kadar air dari masing-masing bahan antara lain; daging ikan dan pakan uji. Analisis proksimat bahan pakan dan pakan uji dilakukan pada awal penelitian sedangkan analisis tubuh ikan dilakukan pada awal dan akhir penelitian yang bertujuan untuk menghitung tingkat retensi protein dan retensi lemak.
Sampel pakan uji dan otot ikan uji dianalisis secara kimia sesuai dengan prosedur yang sudah baku (Takeuchi, 1988). Untuk protein kasar dengan metode Kjedahl, lemak kasar dengan metode ekstraksi dengan alat soxhlet, kadar abu melaui pemanasan sampel dalam tanur pada suhu 400-6000C, kadar serat kasar dengan metode pelarutan sampel dalam asam dan basa kuat serta pemanasan dan kadar air dengan metode pemanasan dalam oven pada suhu 105-1100 C.
Analisis proksimat pakan uji dilakukan di awal penelitian sedangkan analisis proksimat tubuh ikan dilakukan pada awal percobaan diambil 5 ekor ikan yang dipilih secara acak dari stok dan pada akhir percobaan diambil 3 ekor ikan pada tiap perlakuan. Parameter yang diukur adalah pertambahan bobot biomassa yang dihitung pada awal dan akhir penelitian serta dibahas secara deskriptif. 


HASIL DAN PEMBAHASAN

Pakan Uji
Pakan uji yang dibuat memiliki kandungan protein tertentu dan nisbah energi yang berbeda, hasil analisis komposisi kimianya dapat dilihat pada Tabel 2.  Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa bahan pakan yang digunakan untuk pembuatan pakan uji memenuhi syarat, sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan Tabel 1.  Hal ini dikarenakan dalam penyusunan pakan uji, setiap bahan baku yang dipilih diketahui nilai nutriennya.  Kandungan nutrien masing-masing bahan makan tersebut diketahui dari pemeriksaan laboratorium sehingga pakan buatan yang diramu mengandung nutrient seperti yang diharapkan.








Tabel 2.  Hasil analisis proksimat pakan uji  (% bobot kering)
No
Nutrient
Hasil Analisis Proksimat Pakan
A (25;18)
B (30;13.9)
G (35;12)
1
Protein
24.98
30.25
35.46
2
Lemak
10.3
2.08
2.12
3
Kadar Abu
8.52
9.2
10.68
4
Serat kasar
8.77
6.7
5.4
5
BETN
47.38
51.6
46.29
6
Total Energi
430.97
400.512
417.69
Keterangan :
1. BETN = Bahan ekstrak tanpa nitrogen
2.  Perhitungan energi berdasarkan Furuichi  (1988) (Protein : 5,6 kkal/g, Lipid 9,4 kkal/g, Karbohidrat 4,1 kkal/g).

Hasil percobaan pemberian pakan dengan kandungan protein dan energi berbeda dalam pakan dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan senggaringan. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran panjang, bobot dan volume selama periode tertentu. Pertumbuhan ikan erat kaitannya dengan ketersediaan protein dalam pakan. Hal ini dapat dimengerti mengingat hampir 65-75% daging bobot kering ikan terdiri dari protein (Watanabe 1988). Protein merupakan nutrien yang sangat dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan. Jumlah dan kualitas protein akan mempengaruhi pertumbuhan ikan (Halver 1988). Jadi dengan adanya pemanfatan protein pakan akan diharapkan protein tubuh  bertambah atau terjadi pertumbuhan.
Pertumbuhan biomassa tubuh dibatasi oleh tinggi rendahnya kadar protein dan rasio energi protein (atau energi total) pakan. Setelah 35 hari percobaan terlihat ada perubahan biomassa pada setiap perlakuan (Gambar 1). Hal ini disebabkan karena kandungan energi dalam pakan yang dikonsumsi oleh ikan melebihi kebutuhan energi maintenance seperti untuk respirasi, transportasi metabolit dan pengaturan suhu tubuh serta aktivitas fisik lainnya dan aktivitas tubuh lainnya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Lovell (1988).  Artinya bahwa kebutuhan energi untuk maintenance harus dipenuhi terlebih dahulu, dan apabila berlebih maka kelebihannya akan digunakan untuk pertumbuhan. Hal ini membuktikan bahwa pemanfaatan jumlah protein pakan oleh ikan diantara perlakuan tidak sama. Karena adanya perbedaan kandungan protein dalam pakan dan kandungan energi non potein pakan pada setiap perlakuan.
Dari data  pertumbuhan biomassa ikan menunjukkan bahwa pakan B  memperoleh pertumbuhan paling tinggi dibandingkan pakan A dan C. Pakan B terdiri dari protein 30 %, sedangkan pakan A 25% dan C 35 %. Sementara kandungan lemak relatif sama dan kadar karbohidrat pakan  B lebih tinggi dari pakan C, berarti rasio energi protein pakan B lebih besar dari pakan C (Tabel 2).
Secara umum dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa ikan senggaringan juga membutuhkan energi non protein, baik dari lemak dan karbohidrat pakan. Ternyata ikan senggaringan mampu memanfaatkan energi  karbohidrat dari pakan B dengan baik, walaupun kadar protein pakan B lebih rendah dari C. Namun pakan B dapat menyimpan protein pakan  menjadi protein tubuh sama dengan seperti pakan C. hal ini berarti energi untuk seluruh aktivitas ikan diharapkan sebagian besar berasal dari nutrien non protein (lemak dan karbohidrat). Apabila sumbangan energi dari bahan non protein tersebut rendah, maka protein akan didegradasi untuk menghasilkan energi, sehingga fungsi protein sebagai nutrien pembangun jaringan tubuh akan berkurang.
Keseimbangan energi dan protein di dalam pakan sangat berperan dalam menunjang pertumbuhan ikan. Perlakuan A memiliki kandungan protein 25% dengan imbangan energi dalam pakan (430,97 kkal GE/g) diduga belum mampu memenuhi kebutuhan protein bagi ikan senggaringan. Rendahnya retensi protein yang terjadi pada kadar protein 25% diduga protein yang diberikan masih rendah untuk kebutuhan protein tubuh ikan senggaringan, walaupun diimbangi oleh total energinya yang tinggi.  Menurut (NRC, 1993), keberadaan tingkat energi yang optimum dalam pakan sangat penting sebab kelebihan atau kekurangan energi mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan. Selain itu,  Cho & Watanabe (1988) juga menyatakan bahwa hewan muda umumnya memerlukan energi yang lebih tinggi per unit bobot tubuh untuk fungsi pemeliharaan dibandingkan hewan dewasa, meskipun proses reproduksi meningkatkan kebutuhan energi bagi hewan dewasa.
Kelangsungan hidup ikan selama berlangsungnya penelitian relatif sama antar perlakuan. Untuk kandungan oksigen terlarut pada semua perlakuan berkisar antara 8-9 ppm, suhu berkisar 21-250C dan derajat keasaman berkisar antara 6-7. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah maupun jenis pakan yang diberikan sudah cukup untuk mendukung kebutuhan pokok ikan bahkan dapat memberikan pertumbuhan. Keadaan ini didukung pula oleh kualitas air media yang cukup menunjang untuk kehidupan ikan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pakan B protein 30% yang diimbangi dengan rasio energi protein 13,9 kkal GE/g protein, memberikan tingkat pertumbuhan bobot biomass tertinggi pada calon induk ikan senggaringan (Mystus nigriceps). 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indeks Hepatosomatik Ikan Tawes (Puntius javanicus) yang Dipuasakan

I.                    PENDAHULUAN 1.1.  Latar Belakang Ikan Tawes ( Puntius javanicus ) merupakan salah satu jenis ikan yang dibudidaya secara intensif  dengan mengandalkan pakan sebagai sumber pemacu pertumbuhan. Sekitar 40–60% biaya produksi di alokasikan untuk  pakan.  Pemberian pakan dalam jumlah berlebihan dapat meningkatkan biaya produksi dan pemborosan . S isa pakan   yang berlebihan  juga  akan berakibat pada penurunan kualitas air sehingga berpengaruh pada pertumbuhan (Wyban  &  Sweeny, 1991).   Hal ini mendorong  dilakukannya berbagai upaya untuk mengurangi biaya produksi pada pakan tetapi tidak mengurangi performa pertumbuhan ikan . Pemuasaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk  mengurangi biaya produksi. Pemuasaan   dapat memberikan dua keuntungan yaitu penurunan konsumsi pakan dan a...

Manfaat Pepaya (Carica papaya L.) dalam budidaya perikanan

Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah. Pepaya berbuah sepanjang tahun dan bisa ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dpl. Di Indonesia sendiri pepaya mudah dijumpai di sekitar pekarangan rumah.  Adapun kandungan dari pepaya antara lain : Biji :  glucoside cacirin,  dan  carpaine Getah : papain  chymopapain,  lisosim, lipase, glutamin, dan siklotransferase Daun : enzim papain, alkaloid carpaine, pseudo karpaina, glikosida, karposid, saponin, sakarosa, edkestrosa, dan levulosa Buah : papain, chymopapain, knip toxanthine, beta karoten, pektin, d-galaktosa, L-arabinose, papayotimin papain, tiokinase, serta vit A dan C. Setiap bagian pepaya memiliki manfaat tersendiri yaitu dari batang dan daun pepaya dapat digunakan sebagai sumber pakan ikan, yaitu dengan komposisi perbandingan 15 kg(batang dan daun pepaya) dalam 100 Kg pakan. Transportasi ikan, untuk mencegah stres pada ikan, dua lembar daun pep...

Penjelasan dan Analisa Budidaya Sistem Bioflok

  BIOFLOK      Bioflok merupakan cara budidaya yang sedang tren beberapa tahun belakangan ini oleh para aquaculturist. Sistem budidaya bioflok ini sangat diminati oleh para aquaculturist yang memiliki keterbatasan lahan tapi ingin hasil panen yang optimal. Secara prakteknya bioflok memanfaatkan bakteri bacillus sp. yang digunakan untuk mengikat sisa pakan yang tidak termakan dan juga feses dari ikan, untuk lebih tepatnya senyawa N(Nitrogen) . Bakteri bacillus ini mengikat senyawa N dengan sarat harus ada senyawa C(Carbon) juga. inilah kenapa dibeberapa literatur menerangkan rasio C/N.           Dibeberapa literatur panduan cara budidaya menerangakan tahapan dan bahan-bahan yang dipakai untuk menghasilkan air yang bisa dikatakan bioflok, nah akan saya bahas nih untuk yang masih awam. Bahan yang diperlukan untuk bioflok adalah Molase, Garam krosok, Dolomit, dan tentunya Probiotik dari bacillus sp. sedangkan alat yang dibutuhkan selain kola...